Lazada Indonesia

Sunday, 22 April 2012

GEJALA PENYAKIT TUMBUHAN

Di dalam mempelajari ilmu penyakit tumbuhan (Fitopatologi) sebelum seseorang melangkah lebih lanjut untuk menelaah suatu penyakit secara mendalam, terlebih dahulu harus bisa mengetahui tumbuhan yang dihadapi sehat ataukah sakit. Untuk keperluan diagnosis, maka pengertian tentang tanda dan gejala perlu diketahui dengan baik.
Gejala dapat setempat (lesional)atau meluas (habital, sistemik). Gejala dapat dibedakan yaitu gejala primer dan sekunder. Gejala primer terjadi pada bagian yang terserang oleh penyebab penyakit. Gejala sekunder adalah gejala yang terjadi di tempat lain dari tanaman sebagai akibat dari kerusakan pada bagian yang menunjukkan gejala primer.
Berdasarkan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam sel, gejala dapat dibagi menjadi tiga tipe pokok yaitu :
a.       Gejala-gejala Nekrotis : meliputi gejala-gejala yang terjadinya karena adanya kerusakan pada sel atau matinya sel.
b.      Gejala-gejala Hypoplastis : meliputi gejala-gejala yang terjadinya karena terhambatnya atau terhentinya pertumbuhan sel (underdevelopment).
c.       Gejala-gejala Hyperplastis : meliputi gejala-gejala yang terjadinya karena pertumbuhan sel yang melebihi biasa (overdevelopment).

A. TIPE NEKROTIS meliputi :
1.      Hidrosis : sebelum sel-sel mati biasanya bagian tersebut terlebih dahulu tampak kebasah-basahan. Hal ini karena air sel keluar dari ruang sel masuk ke dalam ruang antar sel.
2.      Klorosis : rusaknya kloroplast menyebabkan menguningnya bagian-bagian tumbuhan yang lazimnya berwarna hijau.
3.      Nekrosis : bila sekumpulan sel yang terbatas pada jaringan tertentu mati, sehingga terlihat adanya bercak-bercak atau noda-noda yang berwarna coklat atau hitam. Bentuk bercak ada yang bulat, memanjang, bersudut dan ada yang tidak teratur bentuknya.
4.      Perforasi (shot-hole) atau bercak berlobang : terbentuknya lubang-lubang karena runtuhnya sel-sel yang telah mati pada pusat bercak nekrotis.
5.      Busuk : gejala ini sebenarnya sama dengan gejala nekrosis tetapi lazimnya istilah busuk ini digunakan untuk jaringan tumbuhan yang tebal. Berdasarkan keadaan jaringan yang membusuk, dikenal istilah busuk basah (soft rot) dan busuk kering (dry rot). Bila pada jaringan yang membusuk menjadi berair atau mengandung cairan disebut busuk basah, sebaliknya bila bagian tersebut menjadi kering disebut busuk kering.
6.      Damping off atau patah rebah : rebahnya tumbuhan yang masih muda (semai) karena pembusukan pangkal batang yang berlangsung ssangat cepat. Dibedakan menjadi dua yaitu :
·         Pre Emergen Damping off : bila pembusukan terjadi sebelum semai muncul di atas permukaan tanah.
·         Post Emergen Damping off : bila pembususkan terjadi setelah semai muncul di atas permukaan tanah.
7.      Eksudasi atau perdarahan : terjadinya pengeluaran cairan dari suatu tumbuhan karena penyakit. Berdasarkan cairan yang dikeluarkan dikenal beberapa istilah yaitu :
·         Gumosis : pengeluaran gom (blendok) dari dalam tumbuhan.
·         Latexosis : pengeluaran latex (getah) dari dalam tumbuhan.
·         Resinosis : pengeluaran resin (damar) dari dalam tumbuhan.
8.      Kanker : terjadinya kematian jaringan kulit tumbuhan yang berkayu misalnya akar, batang dan cabang. Selanjutnya jaringan kulit yang mati tersebut mengering, berbatas tegas, mengendap dan pecah-pecah dan akhirnya bagian itu runtuh sehingga terlihat bagian kayunya.
9.      Layu : hilangnya turgot pada bagian daun atau tunas sehingga bagian tersebut menjadi layu.
10.  Mati Ujung : kematian ranting atau cabang yang dimulai dari ujung dan meluas ke batang.
11.  Terbakar : mati dan mengeringnya bagian tumbuhan tertentu laximnya daun, yang disebabkan oleh patogen abiotik. Gejala ini terjadi secara mendadak.

B.   TIPE HIPOPASTIS meliputi
1.      Etiolasi : tumbuhan menjadi pucat, tumbuh memanjang dan mempunyai daun-daun yang sempit karena mengalami kekurangan cahaya.
2.      Kerdil (atrophy) : gejala habital yang disebabkan karena terhambatnya pertumbuhan sehingga ukurannya menjadi lebih kecil daripada biasanya.
3.      Klorosis : terjadinya penghambatan pembentukan klorofil sehingga bagian yang seharusnya berwarna hijau menjadi berwarna kuning atau pucat. Bila pada daun hanya bagian sekitar tulang daun yang berwarna hijaumaka disebut voin banding. Sebaliknnya jika bagian-bagian daun di sekitar tulang daun yang menguning disebut voin clearing.
4.      Perubahan simetri : hambatan pertumbuhan pada bagian tertentu yang tidak disertai dengan hambatan pada bagian di depannya, sehingga menyebabkan terjadinya penyimpangan bentuk.
5.      Roset : hambatan pertumbuhan ruas-ruas (internodia) batang tetapi pembentukan daun-daunnya tidak terhambat, sebagai akibatnya daun-daun berdesak-desakan membentuk suatu karangan.

C.   TIPE HIPERPLASTIS meliputi
1.      Erinosa : terbentuknya banyak trikom (trichomata) yang luar biasa sehingga pada permukaan alat itu (biasanya daun) terdapat bagian yang seperti beledu.
2.      Fasiasi (Fasciasi, Fasciation) : suatu organ yang seharusnya bulat dan lurus berubah menjadi pipih, lebar dan membelok, bahkan ada yang membentuk seperti spiral.
3.      Intumesensia (intumesoensia) : sekumpulan sel pada daerah yang agak luas pada daun atau batang memanjang sehingga bagian itu nampak membengkak, karena itu gejala ini disebut gejala busung (cedema).
4.      Kudis (scab) : bercak atau noda kasar, terbatas dan agak menonjol. Kadang-kadang pecah-pecah. Di bagian tersebut terdapat sel-sel yang berubah menjadi sel-sel gabus. Gejala ini dapat dijumpai pada daun, batang, buah atau umbi.
5.      Menggulung atau mengeriting : gejala ini disebabkan karena pertumbuhan yang tidak seimbang dari bagian-bagian daun. Gejala menggulung terjadi apabila salah satu sisi pertumbuhannya selalu lebih cepat dari yang lain, sedang gejala mengeriting terjadi apabila sisi yang pertumbuhannya lebih cepat bergantian.
6.      Pembentukan alat yang luar biasa :
a.       Antolisis (antholysis) : perubahan dari bunga menjadi daun-daun kecil.
b.      Enasi : pembentukan anak daun yang sangat kecil pada sisi bawah tulang daun.
7.      Perubahan Warna : perubahan yang dimaksud di sini adalah perubahan yang bukan klorosis yang terjadi pada suatu organ (alat tanam).
8.      Prolepsis : berkembangnya tunas-tunas tidur atau istirahat (dormant) yang berada dekat di bawah bagian yang sakit, berkembang menjadi ranting-ranting segar yang tumbuh vertikal dengan cepat yang juga dikenal dengan tunas air.
9.      Rontoknya alat-alat : rontoknya daun, bunga atau buah yang terjadi sebelum waktunya dan dalam jumlah yang lebih besar dari biasanya. Rontoknya alat tersebut karena terbentuknya lapisan pemisah (abcission layar) yang terdiri dari sel-sel yang berbentuk bulat dan satu sama lain terlepas.
10.  Sapu (witches broom) : berkembangnya tunas-tunas ketiak atau samping yang biasanya tidur (latent) menjadi seberkas ranting-ranting rapat. Gejala ini umumnya disertai dengan terhambatnya perkembangan ruas-ruas (internodia) batang, daun pada tunas baru.
11.  Sesidia (cecidia) atau tumor : pembenkakan setempat pada jaringan tumbuhan sehingga terbentuk bintil-bintil atau bisul-bisul. Bintil ini dapat terdiri dari jaringan tanaman dengan atau tanpa koloni patogennya.
Berdasarkan penyebabnya dibedakan menjadi :
a.       Fitosesidia (phytocecidia) : bila penyebabnya tergolong dalam dunia tumbuhan.
b.      Zoosesidia (zoocecidia) : bila penyebabnya tergolong dalam dunia hewan atau binatang.

RANGKUMAN
Pada umumnya tanaman yang sakit akan menunjukkan gejala yang khusus. Gejala adalah perubahan yang ditunjukkan oleh tumbuhan itu sendiri sebagai akibat adanya serangan suatu penyebab penyakit. Seringkali beberapa penyebab penyakit menunjukkan gejala yang sama sehingga dengan memperhatikan gejala saja, tidak dapat ditentukan diagnosis dengan tepat. Dalam hal ini harus diperhatikan adanya tanda (sign) dari penyebab penyakitnya.
Gejala dalam garis besarnya dapat dibedakan menjadi tiga tipe gejala pokok, yaitu gejala-gejala nekrotik, hyperplastik dan hiplastik. Dari masing-masing tipe gejala pokok ini dapat dibedakan menjadi gejala-gejala yang lebih khusus lagi.

Pustaka : BAB III. PENYAKIT TANAMAN

No comments:

Post a Comment