1.
Di Dalam beristidlal, dasar utamanya
adalah al-Qur'an dan as-Sunnah ash-Shahihah. Ijtihad dan istinbath
atas dasar illah terhadap hal-hal yang tidak terdapat di dalam nash,
dapat dilakukan. Sepanjang tidak menyangkut bidang ta'abbudi, dan memang
merupakan hal yang diajarkan dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia. Dengan
perkataan lain, Majelis tarjih menerima ijtihad, termasuk qiyas,
sebagai cara dalam menetapkan hukum yang tidak ada nash-nya secara langsung.
2.
Dalam memutuskan suatu keputusan,
dilakukan dengan cara musyawarah. Dalam menetapkan masalah ijtihad
digunakan sistem ijtihad jama'i. Dengan demikian pendapat perorangan
dari majelis tidak dapat dipandang kuat.
3.
Tidak mengikatkan diri pada suatu
madzhab, tetapi pendapat-pendapat madzhab dapat menjadi bahan pertimbangan
dalam menetapkan hukum. Sepanjang sesuai dengan jiwa al-Qur'an dan as-Sunnah
atau dasar-dasar lain yang dipandang kuat.
4.
Berprinsip terbuka dan toleran, dan
tidak beranggapan bahwa hanya Majelis Tarjih yang paling benar. Keputusan
diambil atas dasar landasan dalil-dalil yang dipandang lebih kuat. Dan koreksi
dari siapapun akan diterima sepanjang dapat memberikan dalil-dalil yang lain
yang lebih kuat. Dengan demikian, Majelis tarjih akan mempertimbangkan untuk
mengubah keputusan yang telah ditetapkan.
5.
Di dalam masalah aqidah (tauhid),
hanya dipergunakan dalil-dalil yang mutawattir.
6.
Tidak menolak ijma' sahabat, sebagai
dasar suatu keputusan.
7.
Terhadap dalil-dalil yang nampak
mengandung ta'arud dipergunakan cara: al-jam'u wa'l-tawfiq. Dan kalau
tidak dapat, baru dilakukan tarjih.
8.
Menggunakan asas sadd-u'l-dzara'i
untuk menghindari terjadinya fitnah dan masfsadah.
9.
Menta'lil dapat dipergunakan untuk memahami kandungan dalil-dalil
al-Qur'an dan as-Sunnah sepanjang sesuai dengan tujuan syari'ah. Adapun qaidah:
a-hukmu yadiru ma'a illatihi wujudan wa'adaman dalam hal-hal tertentu
dapat berlaku.
10.
Penggunaan dalil-dalil untuk
menetapkan sesuatu hukum dilakukan dengan cara komprehensif, utuh dan bulat.
Tidak terpisah.
11.
Dalil-dalil umum al-Qur'an dapat
ditakhsis dengan hadits ahad kecuali dalam bidang aqidah.
12.
Dalam mengamalkan agama Islam,
menggunakan prinsip al-tayir
13.
Dalam bidang ibadah yang diperoleh
ketentuan-ketentuannya dari al-Qur'an dan as-Sunnah, pemahamannya dapat
menggunakan akal, sepanjang diketahui latar belakang dan tujuannya. Meskipun
harus diakui bahwa akal bersifat nisbi, sehingga prinsip mendahulukan nash
daripada akal memiliki kelenturan dalam menghadapi perubahan situasi dan
kondisi.
14.
Dalam hal-hal yang termasuk al-umur-u
dunyawiyah yang tidak termasuk tugas para nabi, penggunaan akal sangat
diperlukan, demi kemaslahatan umat.
15.
Untuk memahami nash yang musytarak,
faham sahabat dapat diterima.
16.
Dalam memahami nash, makna dhahir
didahulukan dari ta'wil dalam bidang aqidah. Dan takwil sahabat dalam hal itu,
tidak harus diterima.
No comments:
Post a Comment