Lazada Indonesia

Friday 29 June 2012

Tentang Zakat

Kata zakât adalah bentuk dasar (masdar) dari kata زَكَى  yang secara bahasa berarti:
  1. البَرَكَةُ (berkah)
  2. النَّمَاءُ (tumbuh subur/berkembang)
  3. الطَّهَارَةُ (suci)
  4. التَّزْكِيَّةُ (pencucian).
Zakat dengan arti al-barakah punya pengertian bahwa harta yang dizakatkan diharapkan akan membawa berkah terutama bagi dirinya sendiri. Zakat dengan arti an-namâ’ punya pengertian bahwa harta yang wajib dizakatkan adalah harta yang dimaksudkan untuk dikembangkan atau yang mempunyai potensi berkembang. Zakat dengan arti ath-thaharah dimaksudkan agar harta yang telah dizakatkan, menjadikan sisa hartanya yang lain suci dari hak milik orang lain. Hal ini karena mungkin ada harta yang meragukan (syubhat) yang merupakan hak milik orang lain yang secara tidak sengaja masuk ke dalam harta milik kita. Sedang zakat dengan arti at-tazkiyyah dimaksudkan agar orang yang membayar zakat mendapatkan ketenangan batin karena telah tersucikan jiwanya dari hasil usaha yang mungkin terselip hak orang lain.
Adapun pengertian zakat menurut istilah fiqih adalah sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah untuk diserahkan kepada golongan yang berhak menerimanya. Yang dimaksud dengan definisi ‘tertentu’ di atas yakni bahwa harta yang diwajibkan Allah untuk dizakatkan itu sudah tertentu jenisnya, tertentu jumlahnya dan tertentu batas waktunya.
Di dalam Al-Qur’an, ada beberapa terminologi yang digunakan untuk menjelaskan kata zakat, yaitu:
Shadaqah, sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Tawbah/9: 103:
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا …
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka …”
Arti shadaqah sebenarnya adalah pemberian yang bersifat sunat. Namun pada ayat di atas, kata tersebut digunakan untuk menjelaskan arti zakat yang bersifat wajib.
Nafaqah atau infâq, sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Tawbah/9: 34:
… وَالَّذِيْنَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلاَ يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيْلِ اللهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيْمٍ
“…Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya (menzakatkannnya) di jalan Allah maka kabarkanlah kepada mereka dengan siksa yang amat pedih.”
Arti infaq sebenarnya sama dengan shadaqah yakni pemberian yang bersifat sunat. Namun kedua istilah tersebut kadang dipakai untuk menggantikan kata zakat yang bersifat wajib. Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa infaq yang bersifat wajib adalah zakat, sedangkan infaq yang bersifat sunat adalah shadaqah. Demikian pula shadaqah yang bersifat wajib adalah zakat, sedangkan shadaqah yang bersifat sunat adalah infaq.
Haq (kewajiban/kebenaran), sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-An`am/6: 141:
كُلُوا مِنْ ثَمَرِهِ إِذَا أَثْمَرَ وَءَاتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ …
“…Makanlah dari buahnya (tanaman itu) apabila ia berbuah, dan tunaikanlah haknya (zakatnya) pada hari panennya …”
`Afwu (maaf), sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-A`raf/7: 199:
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
“Ambillah zakatnya dan perintahkanlah kepada yang ma`ruf dan berpalinglah dari orang-orang jahil.”
Dari keterangan di atas sekaligus dapat diketahui bahwa hukum menunaikan zakat adalah wajib, sehingga hukuman bagi orang yang tidak menunaikan zakat adalah siksa yang amat pedih yang digambarkan dalam QS. Al-Tawbah/9: 35:
يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا كَنَزْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُونَ
“Pada hari dipanaskannya (emas dan perak yang seharusnya dizakatkan) di dalam api neraka lalu dituangkan ke dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan pada mereka), “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah akibat dari apa yang kamu simpan.”
Dan firman Allah SWT yang lain:

وَلاَ يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا ءَاتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَهُمْ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ  …(أل عمران: 180) “Janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya mengira, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya pada hari kiamat…” (QS. Ali Imran/3: 180)

Ayat di atas secara jelas menyatakan bahwa orang yang enggan membayar zakat karena pertimbangan materi yang dimilikinya akan berkurang, bisa berakibat buruk bagi mereka, baik di dunia dan yang pasti di akhirat kelak.
 B. Pandangan Islam tentang Zakat
Dalam ajaran Islam, harta kekayaan dan segala sesuatu yang ada di alam ini adalah milik Allah SWT, sedang manusia hanya merekayasa bahan mentah yang telah disiapkan Allah. Karena ia milik Allah maka salah satu perintah-Nya adalah memberikan sebagian harta itu kepada yang membutuhkan. Allah SWT berfirman:
وَءَاتُوهُمْ مِنْ مَالِ اللَّهِ الَّذِي ءَاتَاكُمْ …
“Dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu.” (QS. Al-Nur/24: 33)
Perintah untuk memberikan sebagian harta kepada golongan ekonomi lemah dimaksudkan agar tidak terjadi monopoli dan pemusatan kekuatan ekonomi pada kalangan orang kaya saja.
كَيْ لاَ يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ…
“Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu …” (QS. Al-Hasyr/59: 7)
Di samping itu keberhasilan orang menjadi kaya tidak mungkin tanpa ada dukungan dari orang lain khususnya para fakir miskin. Kata Nabi saw:
هَلْ تُنْصَرُونَ وَتُرْزَقُونَ إِلاَّ بِضُعَفَائِكُم (رواه البخارى والنسائ وأحمد)
“Kalian tidak akan mendapat kemenangan dan kecukupan, kecuali berkat orang-orang lemah di antara kalian.” (HR. Bukhari, Nasa’i dan Ahmad)
Dengan demikian sangat wajar jika Allah SWT sebagai pemilik segala sesuatu mewajibkan kepada setiap orang yang berkecukupan agar menyisihkan sebagian harta mereka kepada mereka yang membutuhkan.
وَإِنْ تُؤْمِنُوا وَتَتَّقُوا يُؤْتِكُمْ أُجُورَكُمْ وَلاَ يَسْأَلْكُمْ أَمْوَالَكُمْ(36) إِنْ يَسْأَلْكُمُوهَا فَيُحْفِكُمْ تَبْخَلُوا وَيُخْرِجْ أَضْغَانَكُمْ(37)
“Dan jika kamu beriman serta bertakwa, Allah akan memberikan pahala kepadamu dan Dia tidak akan meminta harta-hartamu (seluruhnya)(36). Jika Dia meminta hartamu (sebagai zakat) lalu mendesak kamu (supaya memberikan semuanya) niscaya kamu akan kikir, dan (karenanya Dia hanya minta sebagian, namun bila kamu tetap kikir maka) Dia akan menampakkan kedengkian antara kamu(37).” (QS. Muhammad (47): 36-37)
Kata zakat di dalam Al-Qur’an disebutkan sampai 32 kali. Jumlah ini menurut sebagian ahli bisa bertambah menjadi 82 kata bila kata-kata lain yang semakna dengan kata zakat seperti:  al-infâq, al-shadaqah, al-ma`un, tha`amul-miskin dan lain-lain juga dimasukkan dalam pengertian zakat. Namun yang jelas ada sekitar 26 kali kata zakat yang penyebutannya digandengkan dengan  kata shalat. Misalnya disebutkan dalam QS. Al-Baqarah (2): 110, Al-Tawbah (9): 11, 71, Al-Muzzammil (73): 20, Al-Bayyinah (98): 5, dan lain-lain. Zakat dan shalat bahkan dijadikan oleh Allah sebagai lambang persaudaraan dalam naungan agama Islam:
فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاَةَ وَءَاتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ …
“Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama…“ (QS. Al-Tawbah (9): 11)
Pelaksanaan shalat melambangkan baiknya hubungan seseorang dengan Tuhannya, sedang penunaian zakat melambangkan harmonisnya hubungan dengan sesamanya. Jadi, antara shalat dan zakat merupakan satu kesatuan ajaran yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Itulah sebabnya setelah kewajiban shalat  dalam Rukun Islam adalah kewajiban membayar zakat.
Syarat-syarat Wajib Zakat
Zakat sebagai kewajiban, sesungguhnya sudah ditetapkan oleh Allah SWT sebelum hijrahnya Nabi Muhammad saw. Hanya saja jenis dan ukuran harta yang wajib dizakatkan belum ditetapkan pada saat itu. Hal tersebut baru ditetapkan setelah peristiwa hijrah. Itupun penyalurannya terbatas pada fakir-miskin saja, karena QS. Al-Tawbah ayat 60 tentang 8 golongan mustahiq (yang berhak  menerima zakat) baru turun pada tahun ke 9 Hijriyah. Paraahli fiqh menetapkan bahwa zakat diwajibkan kepada seseorang apabila telah memenuhi syarat-syarat wajib zakat, yaitu:
  1. Muslim. Seorang yang beragama Islam wajib membayar zakat, sebagai konsekwensi dari persaksiannya (syahadat) kepada Allah dan kepada Nabi Muhammad saw sebagai rasul-Nya. Bahkan zakat termasuk urutan ketiga dalam rukun Islam setelah syahadat dan shalat. Adapun bagi non-Muslim tidaklah diwajibkan berzakat karena di samping status zakat sama dengan rukun Islam yang lain, juga karena memang tidak ada kewajiban itu dalam ajaran agama mereka. Meskipun demikian, jika mereka berada dalam wilayah pemerintahan Islam maka mereka diharuskan membayar  jizyah (upeti).( QS. Al-Tawbah/9: 29)
  2. Merdeka. Pada hakikatnya seorang hamba sahaya yang belum merdeka, tidaklah memiliki apa-apa. Mereka sepenuhnya adalah milik majikannya. Karena tidak memiliki apa-apa, maka tidak ada kewajiban bagi mereka membayar zakat.
  3. Harta itu mencapai nishab. Nishab adalah jumlah atau berat minimal yang harus dimiliki oleh harta tersebut untuk dikeluarkan zakatnya.
  4. Harta itu sampai haul. Haul adalah masa satu tahun bagi emas, perak, ternak dan harta perniagaan, untuk dikeluarkan zakatnya. Sedangkan pembayaran zakat untuk tanaman tidak menggunakan penghitungan satu tahun tetapi pada setiap kali panen (QS. Al-An`am/6: 141).
  5. Harta itu adalah miliknya secara penuh/sempurna. Maksud secara penuh atau sempurna di sini  adalah harta tersebut bukanlah harta pinjaman (kredit) dan bukan pula harta hasil kejahatan. Harta pinjaman sesungguhnya bukanlah hak milik kita secara penuh, sedangkan harta hasil kejahatan juga bukanlah harta kita yang sesungguhnya, tetapi harta milik orang atau instansi lain yang dipaksakan masuk ke dalam milik kita.
    Adanya syarat-syarat di atas, khususnya batasan nishab dan keharusan pemilikan secara sempurna, maka orang yang wajib membayar zakat adalah orang yang benar-benar sudah berkelebihan (kaya) dari segi materi. Sedangkan orang yang penghasilannya pas-pasan atau ada kelebihan harta tapi tidak mencapai nishab,  tidaklah termasuk deretan orang yang wajib zakat, bahkan mungkin bisa menjadi orang yang wajib dizakati. Nabi Muhammad saw bersabda:

…أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِي أَمْوَالِهِمْ تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ وَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ (رواه الجماعة، عن معاذ)

“Sesungguhnya Allah mewajibkan kepada mereka shadaqah (zakat) pada harta mereka yang diambilkan dari orang-orang kaya di antara mereka dan dikembalikan kepada orang-orang faqir di antara mereka.” (HR. Jama`ah, dari Mu`adz)

لاَ صَدَقَةَ إِلاَّ عَنْ ظَهْرِ غِنًى (رواه البخارى وأحمد)

”Tidak ada shadaqah kecuali di atas punggung orang kaya.” (HR. Bukhari dan Ahmad)
Berdasarkan dalil-dalil di atas sehingga mayoritas ulama –seperti Imam Malik, Syafi’i, Ahmad, para sahabat: ‘Umar, Ibn ‘Umar, ‘Ali, ‘Aisyah, Jabir, Anas, dan lain-lain– berpendapat bahwa harta kekayaan anak-anak dan orang gila bila sudah memenuhi syarat wajib zakat, maka mereka tetap terkena kewajiban zakat. Apalagi ada hadis yang secara khusus menyinggung soal kekayaan anak-anak yatim supaya diperniagakan agar tidak habis dimakan oleh zakat.
Dengan demikian, pendapat yang menyatakan bahwa anak-anak dan orang gila tidak wajib zakat dengan alasan karena mereka belum bâligh (dewasa) dan tidak âqil (berakal), –meskipun bisa dipahami—tetapi dalam kasus zakat kurang tepat karena dalilnya terlalu umum.
Macam-macam Zakat
Secara garis besar zakat dibagi dua macam, yakni:
  1. Zakat jiwa ( زَكَاةُ النَّفْسِ)  
  2. Zakat harta (زَكَاةُ الْمَالِ)
Yang dimaksud dengan zakat jiwa di sini adalah  zakat fitrah (زَكَاةُ الْفِطْرِ) yaitu zakat yang diwajibkan pada setiap pribadi muslim tanpa kecuali, yang dibayarkan sebelum pelaksanaan shalat Iedul Fitri. Kewajiban zakat fitrah ini didasarkan pada hadis Nabi saw riwayat Ibnu `Umar ra. bahwa:
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ وَالذَّكَرِ وَالْأُنْثَى وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاَةِ (متفق عليه)
“Rasulullah saw telah mewajibkan zakat fitrah satu sha` dari kurma atau satu sha` dari gandum terhadap seorang hamba, merdeka, laki-laki, perempuan, anak kecil dan orang dewasa dari kalangan muslim. Dan beliau memerintahkan agar ditunaikan sebelum orang-orang keluar untuk shalat.” (HR. Bukhari-Muslim) 
Jenis materi yang dikeluarkan pada zakat fitrah adalah makanan pokok yang biasa kita makan dengan ukuran satu sha` atau kurang lebih sama dengan 2,5 Kg.
Sementara itu yang dimaksud dengan zakat harta di sini adalah zakat emas, perak, ternak, hasil tanaman, hasil perniagaan dan harta temuan ( رِكَازٌ ).
 Harta yang wajib dizakatkan dan besar zakatnya
Berdasarkan kesepakatan para Ahli Fiqih bahwa semua harta yang digunakan untuk keperluan rumah tangga seperti perabot rumah tangga (piring, lemari, tempat tidur, dan semacamnya) yang tidak untuk dikembangkan, tidak wajib dizakatkan. Sedangkan harta selain itu wajib dizakatkan selama memenuhi syarat wajib zakat.
Adapun harta yang wajib dizakatkan adalah sebagai berikut:
Emas
Dasar diwajibkannya zakat emas terdapat dalam Al-Qur’ansuratAl-Tawbah/9: 34-35 dan hadis Nabi Muhammad saw yang berbunyi :
مَا مِنْ صَاحِبِ ذَهَبٍ وَلاَ فِضَّةٍ لاَ يُؤَدِّي مِنْهَا حَقَّهَا إِلاَّ إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ صُفِّحَتْ لَهُ صَفَائِحَ مِنْ نَارٍ فَأُحْمِيَ عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَيُكْوَى بِهَا جَنْبُهُ وَجَبِينُهُ وَظَهْرُهُ كُلَّمَا بَرَدَتْ أُعِيدَتْ لَهُ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ الْعِبَادِ … (رواه مسلم و أبو داود و أحمد)
“Tidak ada seorangpun yang mempunyai emas dan perak yang tidak ia keluarkan zakatnya kecuali di hari Kiamat nanti, hartanya itu dijadikan lempengan-lempengan  dari api neraka. Setelah lempengan itu dipanaskan di dalam api jahannam, lalu dituangkan ke lambungnya, dahinya dan punggungnya. Setiap kali lempengan itu dingin, maka dipanaskan lagi sampai pada suatu hari yang lamanya 50 ribu tahun sehingga Allah menyelesaikan urusan di antara hamba-hambanya…” (HR. Muslim, Abu Daud dan Ahmad)
Mengenai nishab emas, menurut jumhur (mayoritas) ulama adalah 20 dinar (uang emas) sebagaimana keterangan dari Ali bin Abi Thalib r.a., bahwa Nabi saw bersabda:
…وَلَيْسَ عَلَيْكَ شَيْءٌ يَعْنِي فِي الذَّهَبِ حَتَّى يَكُونَ لَكَ عِشْرُونَ دِينَارًا فَإِذَا كَانَ لَكَ عِشْرُونَ دِينَارًا وَحَالَ عَلَيْهَا الْحَوْلُ فَفِيهَا نِصْفُ دِينَارٍ فَبِحِسَابِ ذَلِكَ… (رواه أبو داود، عن علي بن أبى طالب)
“Dan tidak wajib atas kalian yang memiliki sesuatu yakni emas hingga kamu memiliki 20 dinar. Maka Apabila kamu memiliki 20 dinar dan telah  sampai haul maka zakatnya adalah setengah (1/2) dinar…” (HR. Abu Daud, dari Ali bin Abi Thalib)[i]
Berdasarkan hadis Nabi saw di atas, maka emas yang wajib dizakatkan adalah emas murni yang sudah mencapai nishab 20 dinar atau sama dengan 85 gram[ii] dan sudah mencapai haul (satu tahun). Penetapan nishab emas sebanyak 85 gram emas ini karena 1 dinar (atau 1 mitsqal = berat sekeping uang emas) sama dengan 4,25 gram. Jadi nishab emas adalah 20 dinar x 4,25 gram = 85 gram.
Adapun besar zakatnya adalah 2,5 % atau 1/40 ( رُبُعُ الْعُشُرِ ) yang disimpulkan dari hadis di atas yakni setengah (1/2) dinar dari jumlah harta 20 dina
Perak.
Dasar diwajibkannya zakat perak sama dengan dasar diwajibkannya zakat emas, yakni QS. Al-Tawbah/9: 34-35 dan HR. Muslim, Abu Daud dan Ahmad di atas. Sedangkan mengenai nishab perak adalah 200 dirham (uang perak) sebagaimana hadis Nabi saw:
هَاتُوا رُبْعَ الْعُشُورِ مِنْ كُلِّ أَرْبَعِينَ دِرْهَمًا دِرْهَمٌ وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ شَيْءٌ حَتَّى تَتِمَّ مِائَتَيْ دِرْهَمٍ. فَإِذَا كَانَتْ مِائَتَيْ دِرْهَمٍ فَفِيهَا خَمْسَةُ دَرَاهِمَ فَمَا زَادَ فَعَلَى حِسَابِ ذَلِكَ… (رواه الخمسة, عن علي )
“Berikanlah seperempatpuluh dari setiap 40 dirham yakni 1 dirham, dan tidak ada kewajiban apapun bagi kalian sampai kalian memiliki 200 dirham. Maka bila telah mencapai 200 dirham, maka kewajiban zakatnya sebanyak 5 dirham. Jika lebih, maka harus dihitung sesuai dengan itu.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i, Ahmad, Ad-Darimi dan  Ad-Daraquthni, dari Ali)
Demikian pula hadis Nabi saw:
…وَلَيْسَ فِيمَا دُونَ خَمْسِ أَوَاقٍ مِنَ الْوَرِقِ صَدَقَةٌ … (رواه الجماعة)
“… Tidak ada zakat pada perak yang kurang dari 5 awqiyah…” (HR. Jama`ah)
Berdasarkan hadis di atas maka dapat ditetapkan bahwa nishab perak murni adalah 200 dirham (= 5 awqiyah) atau sama dengan 595 gram. Angka  595 gram ini didapat dari hasil penelitian yang dianggap akurat bahwa berat 1 dirham = 2,975 gram, sehingga nishab perak adalah 200 dirham x 2,975 gram = 595 gram.[iii]
Jika seorang telah memiliki perak seberat 595 gram dan telah mencapai masa satu tahun maka ia wajib mengeluarkan zakat sebanyak 2,5 %
Binatang ternak
a. Unta
Dasar zakat hewan adalah hadis panjang riwayat Anas bin Malik r.a. yang menceritakan bahwa Abu Bakar pernah menulis tulisan (surat) ini kepadanya ketika berangkat keBahraindan berpesan tentang zakat ternak. Untuk zakat unta:
مِنْ كُلِّ خَمْسٍ شَاةٌ إِذَا بَلَغَتْ خَمْسًا وَعِشْرِينَ إِلَى خَمْسٍ وَثَلاَثِينَ فَفِيهَا بِنْتُ مَخَاضٍ أُنْثَى فَإِذَا بَلَغَتْ سِتًّا وَثَلاَثِينَ إِلَى خَمْسٍ وَأَرْبَعِينَ فَفِيهَا بِنْتُ لَبُونٍ أُنْثَى فَإِذَا بَلَغَتْ سِتًّا وَأَرْبَعِينَ إِلَى سِتِّينَ فَفِيهَا حِقَّةٌ طَرُوقَةُ الْجَمَلِ فَإِذَا بَلَغَتْ وَاحِدَةً وَسِتِّينَ إِلَى خَمْسٍ وَسَبْعِينَ فَفِيهَا جَذَعَةٌ فَإِذَا بَلَغَتْ يَعْنِي سِتًّا وَسَبْعِينَ إِلَى تِسْعِينَ فَفِيهَا بِنْتَا لَبُونٍ فَإِذَا بَلَغَتْ إِحْدَى وَتِسْعِينَ إِلَى عِشْرِينَ وَمِائَةٍ فَفِيهَا حِقَّتَانِ طَرُوقَتَا الْجَمَلِ … (رواه البخارى)
“(Unta) setiap berjumlah 5 ekor (maka zakatnya) 1 ekor kambing. Apabila unta mencapai 25 sampai 35 ekor maka kewajiban zakatnya 1 anak unta betina (umur 1 tahun lebih). Bila mencapai 36 sampai 45 ekor maka kewajiban zakatnya 1 anak unta betina (umur 2 tahun lebih). Bila mencapai 46 sampai 60 ekor maka kewajiban zakatnya 1 anak unta betina (umur 3 tahun lebih). Bila mencapai 61 sampai 75 ekor maka kewajiban zakatnya 1 anak unta betina (umur 4 tahun lebih). Apabila mencapai 76 sampai 90 ekor maka kewajiban zakatnya 2 anak unta betina (umur 2 tahun lebih). Apabila mencapai 91 sampai 120 ekor maka kewajiban zakatnya 2 anak unta betina (umur 3 tahun lebih). Apabila … (HR. Bukhari)
b. Kambing
Kelanjutan hadis dari Anas di atas:
…وَفِي صَدَقَةِ الْغَنَمِ فِي سَائِمَتِهَا إِذَا كَانَتْ أَرْبَعِينَ إِلَى عِشْرِينَ وَمِائَةٍ شَاةٌ فَإِذَا زَادَتْ عَلَى عِشْرِينَ وَمِائَةٍ إِلَى مِائَتَيْنِ شَاتَانِ فَإِذَا زَادَتْ عَلَى مِائَتَيْنِ إِلَى ثَلاَثِ مِائَةٍ فَفِيهَا ثَلاَثُ شِيَاهٍ فَإِذَا زَادَتْ عَلَى ثَلاَثِ مِائَةٍ فَفِي كُلِّ مِائَةٍ شَاةٌ فَإِذَا كَانَتْ سَائِمَةُ الرَّجُلِ نَاقِصَةً مِنْ أَرْبَعِينَ شَاةً وَاحِدَةً فَلَيْسَ فِيهَا صَدَقَةٌ إِلاَّ أَنْ يَشَاءَ رَبُّهَا وَفِي الرِّقَّةِ رُبْعُ الْعُشْرِ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ إِلاَّ تِسْعِينَ وَمِائَةً فَلَيْسَ فِيهَا شَيْءٌ إِلاَّ أَنْ يَشَاءَ رَبُّهَا (رواه البخارى)
Dan kewajiban zakat kambing yang dilepas di padang rumput, apabila telah berjumlah 40 sampai 120 ekor, zakatnya kambing 1 ekor. Apabila lebih dari 120 sampai 200 ekor kambing, zakatnya kambing 2 ekor. Apabila lebih dari 200 sampai 300 ekor kambing, zakatnya kambing 3 ekor. Bila lebih dari 300 ekor, maka setiap (penambahan) 100 ekor zakatnya kambing 1 ekor. Tidak ada kewajiban zakat atas kambing bila dalam jumlah kurang dari 40 ekor kecuali jika pemiliknya mau berbaik hati untuk memberikannya sebagai shadaqah sunat.  (HR. Bukhari)
c. Sapi atau kerbau
عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ قَالَ بَعَثَنِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْيَمَنِ فَأَمَرَنِي أَنْ آخُذَ مِنْ كُلِّ ثَلاَثِينَ بَقَرَةً تَبِيعًا أَوْ تَبِيعَةً وَمِنْ كُلِّ أَرْبَعِينَ مُسِنَّةً … (رواه الخمسة)
Dari Mu`adz bin Jabal berkata: Nabi saw mengutusku ke Yaman lalu ia memerintahkan aku untuk mengambil zakatnya pada  setiap 30 sapi zakatnya sapi 1 ekor berumur 1 tahun dan setiap jumlah 40 ekor sapi zakatnya seekor sapi umur 2 tahun. (HR. Imam yanglima)
Hasil tanaman
Zakat tanaman didasarkan pada firman Allah SWT dan sabda Rasulullah saw. Allah SWT berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ…
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu…” (QS. Al-Baqarah/2: 267)
وَهُوَ الَّذِي أَنْشَأَ جَنَّاتٍ مَعْرُوشَاتٍ وَغَيْرَ مَعْرُوشَاتٍ وَالنَّخْلَ وَالزَّرْعَ مُخْتَلِفًا أُكُلُهُ وَالزَّيْتُونَ وَالرُّمَّانَ مُتَشَابِهًا وَغَيْرَ مُتَشَابِهٍ كُلُوا مِنْ ثَمَرِهِ إِذَا أَثْمَرَ وَءَاتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ وَلاَ تُسْرِفُوا إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (QS. Al-An`am (6): 141).

Nishab zakat tanaman adalah lima wasaq (HR. Jama`ah dari Abu Said al-Khudri) yang dikeluarkan pada setiap kali panen (QS. 6: 141). Bila dihitung dalam Kg maka 5 wasaq adalah 300 sha’ x 2,176 Kg. = 652, 8 Kg atau dibulatkan menjadi 653 Kg.

وَفِي النَّبَاتِ مَا سَقَتْهُ الْأَنْهَارُ أَوْ سَقَتِ السَّمَاءُ الْعُشْرُ وَمَا سَقَى الْغَرْبُ فَفِيهِ نِصْفُ الْعُشْرِ

“Dan pada tanaman yang diairi dengan air sungai atau diairi dengan hujan, zakatnya adalah sepersepuluh (10%), sedangkan yang diari dengan peralatan maka zakat padanya adalah setengah dari sepersepuluh( =5%).”
 Barang tambang (ma`din) dan harta temuan (rikaz).
Yang dimaksud dengan barang tambang di sini adalah  kekayaan alam yang bersumber dari bumi, seperti: emas, perak, intan, permata, tembaga, minyak bumi, gas alam, dan lain-lain. Sedang harta temuan atau rikaz adalah harta yang baru ditemukan, baik itu akibat perbuatan manusia, seperti harta karun, ataupun yang memang bersumber dari bumi, seperti emas, perak, minyak dan semacamnya.
الْعَجْمَاءُ جُبَارٌ وَالْبِئْرُ جُبَارٌ وَالْمَعْدِنُ جُبَارٌ وَفِي الرِّكَازِ الْخُمُسُ (رواه الجماعة عن أبى هريرة)
“Ajma` adalah jubar (harta yang tidak ada sesuatupun di dalamnya), sumur adalah jubar, barang tambang adalah jubar, dan pada rikaz ada kewajiban seperlima (20%).”
  Hasil perniagaan
Dasar zakat hasil perniagaan adalah firman Allah SWT:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ …
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (zakatkanlah di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik…” (QS. Al-Baqarah/2: 267)
Di samping dalil di atas, sebagain ulama ada yang mendasarkannya pada hadis ahad riwayat Abu Daud, dari Samurah bin Jundub berkata: “Kami diperintahkan oleh Rasulullah saw mengeluarkan zakat dari harta yang kami sediakan untuk berdagang.”  Namun tiga periwayat  hadis ini dhaif  sehingga tidak bisa dijadikan dalil syar`i. Jadi cukup ayat di atas yang menjadi dalil diwajibkannya zakat perniagaan.
Adapun nishab zakat perniagaan sama dengan nishab zakat emas yakni 85 gram emas murni yang sudah mencapai haul (1 tahun). Jika sudah mencapai nishab dan haul maka zakatnya adalah 2,5 %.

Tabel Zakat Harta
No.
Jenis Harta Benda
Nisabnya
Haulnya
Hasil/Persentase Zakatnya
1. Emas (murni)
85 gram
Setahun 2,5 %
2. Perak (murni)
595 gram
Setahun 2,5 %
3. Hasil Pertanian/perkebunan (beras, gandum, kurma dan anggur)
653  kg.
Waktu panen 5% dg.  Teknologi10% non-teknologi
4. Barang perdagangan
85 gram
 Setahun  2,5 %
5. Hasil  tambang
-
85 gram
-
Setahun
20 % (Hanafi  & Maliki)2,5 % (Syafii.  & Hnbl.)
6. Barang  temuan
Tanpa nishab
 Waktu ditemukan  20 %
7. Binatang ternak :

a. Unta
5 ekor
Setahun 1 ekor kambing biasa umur 1 th. ke atas (selanjutnya tinggal dikalikan)
25-35 ekor
Setahun 1 ekor unta umur 1 th.
36-45 ekor
Setahun 1 ekor unta umur 2 th. (selanjutnya tinggal dikalikan)
76-90 ekor
Setahun 2 ekor unta umur 2 th.
91-120 ekor
Setahun 2 ekor unta umur 3 th.
b. Sapi/kerbau
30-39 ekor
Setahun 1 sp/krb umur 1 th.
40-59 ekor
Setahun 1 sp/krb umur 2 th.
60-69 ekor
Setahun 2 sp/krb umur 1 th.
c. Kambing
40-120 ekor
Setahun 1 kambing betina umur 1 th, atau jika jantan umur 2 th.
121-200 ekor
setahun 2 kambing betina umur 1 th, atau jika jantan umur 2 th.

Harta yang diperselisihkan kewajiban zakatnya
Ada dua hal yang sering diperselisihkan para ulama mengenai harta zakat, yakni:  
  1. Zakat tanah yang disewakan. Pertanyaan sekitar permasalahan ini biasanya berkisar tentang siapa yang wajib membayar zakat, apakah pihak penyewa atau pihak yang menyewakan. Untuk menjawab hal ini harus dirujukkan kembali kepada syarat-syarat harta yang wajib dizakatkan. Jika memang harta yang didapatkan dari hasil menyewakan tanah mencapai nishab dan haul maka wajib zakat ada pada pihak yang menyewakan, demikian pula sebaliknya. Jadi, selama tidak memenuhi syarat wajib zakat maka tidak ada kewajiban zakat baginya.
  2. Zakat investasi gedung, pabrik dan modal dasar lainnya. Meskipun ada yang mengatakan bahwa ada kewajiban zakat bagi investasi gedung, pabrik dan semacamnya, namun penulis berpendapat bahwa tidak ada dalil yang bisa dijadikan dasar pegangan mengenai kewajiban tersebut. Hal ini karena kewajiban itu hanya dikenakan kepada personal yang dalam kasus ini dikenakan kepada para pegawai ataupun direktur yang bekerja di instansi tersebut selama perolehan gaji mereka secara keseluruhan telah mencapai syarat wajib zakat.
 Zakat Penghasilan  (Profesi)
Dasar untuk zakat penghasilan atau sebagian menyebutnya sebagai zakat profesi adalah  QS. Al-Baqarah/2: 267:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ …
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu…”  
Zakat ini sesungguhnya termasuk zakat perniagaan, oleh karena sama-sama jual-beli, yakni yang satu memperdagangkan barang sedang yang lain memperdagangkan jasa. Dengan demikian, besar zakat yang harus dikeluarkan adalah 2,5% yang diambil dari kelebihan (sisa) harta setelah dikurangi   pengeluaran pokok selama 1 tahun.
Pengambilan harta zakat dari kelebihan harta selama setahun ini didasarkan pada firman Allah dalam QS. Al-Baqarah/2: 219:
وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ
“Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: Yang lebih dari keperluan. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.”
 Menurut para ulama –seperti Ibnu Abbas dan Ibnu Umar– bahwa kata الْعَفْوَ  di atas berarti sesuatu yang lebih dari kebutuhan keluarga.[iv] Sedangkan yang dimaksud dengan kebutuhan keluarga di sini adalah kebutuhan rutin dan pokok (primer) dalam sebuah keluarga, seperti kebutuhan pangan (makan-minum), sandang (pakaian), papan (perumahan), sarana transportasi, komunikasi, pendidikan, pelunasan hutang (kredit) dan semacamnya.[v]
Mengenai teknis pembayarannya, bisa saja disegerakan (dita`jil) pada setiap bulan gajian, khususnya jika memang bisa diperkirakan bahwa sisa harta yang dimiliki sudah memenuhi syarat-syarat wajib zakat.
Meskipun demikian, ada juga di antara ulama yang berpendapatbahwa zakat profesi dikiaskan pada zakat tanaman dengan dua alasan. Alasan pertama, karena didasarkan pada ayat di atas juga yang menyebutkan sekaligus tentang zakat hasil usaha dengan zakat tanaman, dan kedua karena menerima gaji setiap gajian sama dengan menerima hasil panen yang diwajibkan penbayarannya pada setiap kali panen.
Cara menghitung zakat
Misal:
Pak A seorang dosen pada Perguruan Tinggi Negeri dengan pangkat lektor, mempunyai seorang istri  dan 2 anak.
Diketahui:
Pendapatan Pak A /bulan:
-Gaji pokok & tunjangan. jabatan      Rp. 1.000.000,-
-HR. dari PTS lain                              Rp.    300.000,-
-HR. lain-lain                                      Rp.    350.000,- + 
Jumlah  Rp. 1.650.000,-
Pengeluaran Pak A /bulan:
-Pembelian Sembako                           Rp.    500.000,-
-Biaya sekolah, listrik, telp, transport Rp.    450.000,-
-Kredit Perumnas/motor                     Rp.    300.000,- +
Jumlah Rp. 1.250.000,-
Harga emas murni (24 karat) saat ini adalah Rp. 60.000,-/gram
Pertanyaan: Berapa zakat Pak A tahun ini ?
Jawab:
Sisa harta Rp 400.000,- x 12  bulan = Rp 4.800.000,-. Nishab Emas 85 gram x harga emas saat ini yaitu Rp 60.000  = Rp. 5.100.000,-
Karena sisa harta tidak mencapai nishab, maka Pak A pada tahun ini tidak terkena kewajiban zakat. Namun jika ia mempunyai penghasilan sampingan atau tambahan, misal Rp. 500.000,-/bulan (bersih), maka ia terkena wajib zakat (karena  Rp. 900.000,- x 12 bulan = Rp 10.800.000,- sudah mencapai nishab). Dengan demikian zakat pak A pada tahun ini adalah Rp. 10.800.000,- x 2,5 % = Rp. 270.000,-
Golongan Yang Berhak Menerima Zakat
Ada delapan golongan (ashnaf) yang berhak menerima harta zakat. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT, dalam QS. al-Tawbah : 60:
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَاِبْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, `amil-`amil zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Berdasarkan ayat di atas maka 8 golongan yang berhak menerima zakat (mustahiq) adalah sebagai berikut:
  1. Faqir adalah orang yang melarat hidupnya karena ketiadaan sarana (harta) dan prasarana (tenaga) untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
  2. Miskin adalah orang yang serba kekurangan, tidak pernah tercukupi kebutuhan hidupnya, meskipun mungkin sudah berusaha secara maksimal.
  3. `Amil adalah pengurus atau pengelola zakat yang mengumpulkan dan mendistribusikan harta zakat kepada para mustahiq .
  4. Mu’allaf adalah orang yang terbujuk hatinya masuk Islam atau orang yang punya potensi memeluk agama Islam.
  5. Riqab adalah budak atau tawanan perang dalam rangka membebaskan mereka dari perbudakan atau penawanan.
  6. Gharim adalah orang yang terlilit hutang dan dia tidak bisa melunasi hutangnya kecuali dengan bantuan orang lain. Hutang itu muncul karena usaha atau kegiatan halal yang kemudian karena salah perhitungan dia kemudian jadi bangkrut dan menjadi banyak hutang. Tidak ada zakat bagi orang yang terlilit hutang akibat kegiatan maksiat, berjudi dan semacamnya.
  7. Sabilillah adalah jihad dan dakwah Islam, baik secara individu (perorangan) maupun secara kolektif (dalam bentuk lembaga atau organisasi dakwah).
  8. Ibn sabil adalah musafir yang kehabisan bekal untuk melanjutkan perjalanannya.
    Pengelolaan Zakat
Sebenarnya di dalam Al-Qur’an tidak ada penjelasan yang tegas tentang siapa atau lembaga mana yang berhak mengelola zakat. Al-Qur’an hanya menetapkan bahwa `Amil (pengelola zakat) berhak menerima harta zakat (QS. Al-Tawbah: 60) dan adanya perintah kepada Nabi saw untuk mengambil zakat sebagian dari harta orang kaya (QS. Al-Tawbah: 103).
Mengingat Nabi Muhammad saw juga sebagai kepala negara dan Abu Bakar ketika menjadi khalifah untuk pertama kalinya pernah memerangi orang/kelompok  penentang syari`at zakat, maka pengelolaan zakat sudah seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah, meskipun tidak harus mengelolanya sendirian. Tradisi yang dicontohkan oleh Nabi saw serta dilanjutkan oleh para al-Khulafa` ar-Rasyidun, sampai sekarang –di negara-negara yang menerapkan hukum Islam–, pengelolaan zakat di bawah tanggung jawab pemerintah atau khilafah.
 Zakat dan Pajak
Masalah yang sering muncul ketika membicarakan antara zakat dan pajak yaitu apakah warga negara yang beragama Islam pada negara yang tidak memisahkan antara pajak dan zakat terkena kewajiban rangkap yakni di samping membayar zakat juga membayar pajak?
Yang jelas pada masa Nabi Muhammad saw dan al-Khulafa` ar-Rasyidun hanya ada satu kewajiban bagi Muslim yang berkenaan dengan harta yaitu zakat (QS. 2: 110), sementara Non-muslim dikenakan jizyah (upeti) semacam pajak (QS. 9: 29). Pada saat itu tidak ada penduduk yang terkena kewajiban rangkap (double duties) berupa zakat dan pajak.
Meskipun ada persamaannya, namun sisi perbedaan antara zakat dan pajak ternyata lebih banyak, antara lain yaitu:
  1. Zakat adalah kewajiban terhadap agama yang ditetapkan berdasarkan Al-Qur’an, sedangkan pajak adalah kewajiban terhadap negara yang ditetapkan oleh pemerintah. Konsekwensinya,
  2. Karena zakat merupakan  kewajiban terhadap agama maka konsewkwensinya bila ditinggalkan akan mendapatkan dosa yang sangsinya dari Allah (akhirat), sedangkan pajak bila diabaikan, sangsinya adalah sangsi dunia (penjara) dari pemerintah.
  3. Zakat hanya bagi umat Islam yang berkecukupan, sedang pajak untuk semua, baik muslim maupun non-muslim.
  4. Obyek sasaran zakat seperti diatur dalam Al-Qur’an terbatas pada delapan golongan, sedangkan pada pajak ditujukan pada seluruh rakyat berupa pembangunan sarana dan prasarana umum, dll.
Salah satu jalan keluar agar tidak terjadi rangkap kewajiban seperti di atas, yaitu umat Islam diharuskan membayarkan zakat lebih dahulu tanpa harus memperhitungkan zakat tersebut dalam harta yang terkena pajak. Hal ini karena ada dalil dari Nabi saw yang menyatakan “… maka hutang(kewajiban) kepada Allah lebih berhak untuk ditunaikan (lebih dahulu)”. Tetapi jika belum ada jalan keluar seperti itu dari pemirintah maka  pajak harus dimasukkan dalam daftar harta yang tidak wajib zakat seperti hutang dan pengeluaran pokok lainnya.
Hikmah Zakat
  1. Mengikis sifat kekikiran dari dalam jiwa seseorang, sehingga ia dapat mensucikan diri dan hartanya serta mengembangkan hartanya. (QS. 9: 103)
  2. Menciptakan ketenangan dan ketentraman baik pada muzakki-nya maupun pada mustahiq-nya. Ketenangan dan ketentraman ini muncul karena hubungan antara muzakki dari kalangan yang berkescukupan dangan mustahiq dari kalangan dhu`afa di bidang ekonomi (faqir miskin) menjadi harmonis layaknya hubungan saudara yang saling menjaga dan melindungi satu sama lain.
  3. Mengembangkan harta benda, baik secara spiritual keagamaan (QS. 2: 276) maupun secara ekonomis (QS. 30: 29)

[i] Hadis yang melalui `Ashim (shaduq) dari Ali ini  bernilai hasan, apalagi ditambah dengan keterangan dari jalur lain yang meskipun mauquf (hanya sampai pada sahabat Ibn Umar) dan sebagiannya lagi dha`if, tapi jumlahnya cukup banyak untuk menopangnya. Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla jilid 6,  mendhaifkannya  tapi kemudian meralatnya dan mengatakannya shahih.
[ii] Menurut Muhammadiyah dalam Himpunan Putusan Tarjih cet. Ke-3, hlm. 364 dan  Yusuf al-Qardhawi, Hukum Zakat, hlm. 259 bahwa nishab emas murni (24 karat) adalah 20 dinar x 4,25 = 85 gram. Hal ini karena 1 dinar (atau  1 mitsqal) beratnya sama dengan 4,25 gram.; Sedang menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI), nishab emas adalah 93,6 gram, atau oleh Badan Amil Zakat Infaq dan Shadaqah (BAZIS) dibulatkan menjadi 94 gram. Perbedaan nishab di atas mungkin karena MUI/BAZIS menggunakan emas 22 karat yang umumnya kita gunakan.
[iii] Yusuf Al-Qardhawy, Hukum Zakat, hlm. 258-259
[iv]Al-Qardhawy; Op.Cit., hlm. 154; Ibnu Katsir, Tafsir, I: 256
[v] Al-Qardhawy, Op.Cit., hlm. 152

sumber :  http://blog.umy.ac.id/retnoeno/

Thursday 28 June 2012

Bacaan Dalam Shalat Menurut Majelis Tarjih Muhammadiyah


Do’a Iftitah

اَللّهُمَّ باَعِدْ بَيْنِى وَبَيْنَ خَطَاياَيَ كَمَا باَعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ
اَللّهُمَّ نَقِّنِى مِنَ الْخَطَاياَ كَماَ يُنَقَّى الثَّوْبُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ
اَللّهُمَّ اغْسِلْ خَطَاياَيَ باِلْماَءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ.


Allaahumma baa’id bainii wabainaa khotoo yaa ya kamaa baa ‘adta bainal masyriqi wal maghrib.
Allaahumma naqqinii minal khotoo yaa kamaa yunqqots tsaubul abyadhuu minaddanas.
Allaahummaghsil khotoo yaa ya bil maa i wats tsalji walbarod.

Artinya : “Ya Allah, jauhkanlah antara diriku dan di antara kesalahan-kesalahanku sebagaimana Engkau jauhkan antara timur dan barat.
Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan sebagaimana dibersihkannya kain putih dari kotoran.
Ya Allah, cucilah kesalahan-kesalahanku dengan air, salju dan embun.”


Bacaan Ruku’/Sujud


سُبْحَانَكَ اللّهُمَّ رَبَّناَ وَبِحَمْدِكَ اَللّهُمَّ اغْفِرْلِى

Subhaanaka allaahuma robbanaa wabihamdika allaahumaghfirlii.

Artinya: “Segala puji bagi-Mu, Ya Allah Tuhan kami, dan dengan memuji-Mu yan Allah ampunilah
aku”.


Do’a I’tidal


رَبَّنَا وَلَكَ اْلحَمْدُ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ

Robbanaa walakalhamdu hamdan katsiiran thayyiban mubaarokan fiihi.

Artinya : “Ya Tuhan kami, (hanya) untukMu lah (segala) pujian yang banyak, baik, dan diberkahi padanya ”.



Do’a Duduk Diantara Dua Sujud

اَللّهُمَّ اغْفِرْلِى وَارْحَمْنِى وَاجْبُرْنِى وَاهْدِنِى وَارْزُقْنِى

Allaahummaghfirlii warhamnii wajburnii wahdinii warzuqnii.

Artinya : “Ya Allah ampunilah aku, kasihanilah aku, cukupilah aku, tunjukilah aku, dan berilah rizki
untukku”.

Do’a Tasyahud

اَلتَّحِيَّاتُ لِلّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّباَتُ. اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهاَ النَّبِيُّ
وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكاَتُهُ. اَلسَّلاَمُ عَلَيْناَ وَعَلَى عِباَدِاللهِ الصَّالِحِيْنَ.
أَشْهَدُ اَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهِ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.


Attahiyyaatu lillaahi washsholawaatu waththoyyibaat. Assalaamu ‘alaika ayyuhannabiyyu warohmatullaahi wabarokaatuh. Assalaamu’alainaa wa’ala ‘ibaadillaahi shshoolihiin. Asyhadu anlaa ilaaha illallaah waasyhadu annamuhammadan ‘abduhu warosuuluh.

Artinya : “Segala kehormatan, kebahagiaan dan kebagusan adalah kepunyaan Allah, Semoga keselamatan bagi Engkau, ya Nabi Muhammad, beserta rahmat dan kebahagiaan Allah. Mudah-mudahan keselamatan juga bagi kita sekalian dan hamba-hamba Allah yang baik-baik. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu hamba Allah dan utusan-Nya”.


Do’a Shalawat Kepada Nabi



اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى الِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَالِ إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَالِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَالِ إِبْرَاهِيْمَ. إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
Allaahumma sholli ‘alaa Muhammad wa’alaa aali Muhammad. Kamaa shollaita ‘alaa ibroohiim wa aali ibroohiim. Wabaarik ‘alaa Muhammad wa aali Muhammad. Kamaa baarokta ‘alaa ibroohiim wa aali ibroohiim. Innaka hamiidummajiid.

Artinya : “Ya Allah, limpahkanlah kemurahan-Mu kepada Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Kau telah limpahkan kepada Ibrahim dan keluarganya, berkahilah Muhammad dan keluarganya sebagaimana Kau telah berkahi Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau yang Maha Terpuji dan Maha Mulia”.

Do’a Sesudah Tasyahud Akhir



اَللّهُمَّ إِنِّى أَعُوْذُبِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ,  وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ, وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْياَ وَالْمَمَاتِ, وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ

Allaahumma innii a’uudzubika min ‘adzaabi jahannam. Wamin ‘adzaabil qobri. Wamin fitnatil mahyaa walmamaati. Wamin syarri fitnatil masiihiddadjaal.

Artinya : “Ya Allah aku berlindung kepada Engkau dari siksa jahannam dan siksa kubur, begitu juga dari fitnah hidup dan mati, serta dari jahatnya fitnah dajjal (pengembara yang dusta)”.


Salam



السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Assalaamua’alaikum warohmatullaahi wabarokaatuh.

Artinya : “ Berbahagialah kamu sekalian dengan rahmat dan berkah Allah”.